2.1
DEFINISI KEHILANGAN
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi
dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan
klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat
juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat
berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan
pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian ( Potter &
Perry, 2005).
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari
kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan
mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya.
Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan adalah penarikan sesuatu dan atau seseorang stau
situasi yang berharga / bernilai , baik sebagai pemisahan yang nyata maupun
yang diantisipasi.
Kehilangan
pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui
proses berduka. Kehilangan terjadi apabila sesuatu atau seseorang tidak dapat
lagi di temui,diraba,didengan,diketahui,atau dialami. Tipe dari kehilangan
mempengaruhi tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak
menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan
kita. Namun demikian setiap individu berespon terhadap kehilangan secara
berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih
besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang
hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distres emosional yang
lebih besar dibanding dengan sodaranya yang sudah tidak pernah ketemu selama
bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka : Namun
perawat harus mengenali bahwa setiap interpretasi seseorang tentang kehilangan
sangat bersifat individualistis.
Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasakan. Kehilangan
yang bersifat actual dapat dengan mudah di identifikasikan, misalnya seorang
anak yang teman sepermainnya pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan
pasangan akibat bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan daapat di
salah artikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam
makna kata yang hilang, maka makin besar rasa kehilangan tersebut. Klien
mungkin mengalami kehilangan maturasional ( Kehilangan yang diakibatkan oleh
transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya ), Kehilangan situasional (
Kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal,
spresifik, seperti kematian mendadak orang yang dicintai ), atau keduanya. Anak
yang mulai belajar berjalan kehilangan citra tubuh semasa bayinya, wanita yang
menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria yang tidak
bekerja mungkin kehilangan harga dirinya.
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
REAKSI KEHILANGAN
a.
Perkembangan
.
- Anak-
anak.
* Belum
mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
* Belum menghambat perkembangan.
* Bisa mengalami regresi
- Orang Dewasa
Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup,
tujuan hidup, menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa
dihindari.
b. Keluarga.
Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap
kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c. Faktor Sosial Ekonomi.
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan
orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.Dan
hal ini bisa mengganggu
kelangsungan hidup.
d. Pengaruh Kultural.
Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah
sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada
keluarga, kesedihan tidak
ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa
mengekspresikan kesedihan harus
dengan berteriak dan menangis keras-keras.
e. Agama.
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f. Penyebab Kematian
.
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan
diasosiasikan dengan kesialan.
2.3 TIPE KEHILANGAN
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu :
1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh
orang lain,
misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di
cintai
2.
Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
2.4 JENIS
– JENIS KEHILANGAN
Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu:
a.
Kehilangan
Objek Eksternal
Kehilangan
benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi using, berpindah
tempat, di curi,atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang anak benda
tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, begi seorang dewasa mungkin berupa
perhiasan atau aksesori pakaian. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut
terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
b. Kehilangan Lingkungan Yang Telah
Dikenal
Kehilangan
yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mancakup
meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Contohnya termasuk ke kota baru, atau perawatan di
rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia
pindah keruang perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah
akibat bencana alam atau mengalami cedera atau penyakit.
c.
Kehilangan
Orang Terdekat
Orang
terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung
guru,pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja,. Artis atau atlet yang terkenal
mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukan bahwa
banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan
dapat terjadi akibat perpisahan , pindah, melarikan diri, promosi di tempat
kerja, dan kematian.
d. Kehilangan Aspek Diri
Kehilangan
aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologi, atau psikologis.
Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi,
payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan control kandung kemih
atau usus, mobilitas, kekuatan , atau fungsi sensoris. Kehilangan Fungsi
psikologis termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri,
kekuatan, respek, atau cinta. perkembangan, atau situasi. Kehilangan seperti
ini dapat menurunkuan kesejahteraan individu,. Orang tersebut tidak hanya
mengalami kedukaan,akibat kehilangan, tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
e.
Kehilangan
Hidup
Doka
( 1993 ) menggambarkan respons terhadap penyakit yang mengancam hidupke dalam 4
fase. Fase prediagnostik terjadi ketika di ketahui ada gejala klien atau factor
resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisisdiagnosis. Klien dihadapkan pada
serangkaian keputusan, termasuk medis interpersonal, psikologis seperti
halnya cara menghadapi awal krisis
penyakit. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya,
yang sering melibatkan serangkaian krisis yang di akibatkannnya. Akhirnya
terjadi pemulihan atau fase terminal. Kadang dalam fase akut atau kronis
seseorang dapat mengalami pemulihan. Klien yang mengalami fase terminal ketika
kematian bukan lagi halnya kemungkinan,tetapi itu sudah pasti terjadi. Pada
setiap hal dari penyakit ini klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan
yang beragam dan terus berubah.
2.5 Rentang Respon Kehilangan
Denia l—–> Anger —–> Bergaining ——> Depresi ——>
Acceptance
· Fase Denial ( menyangkal )
Menyangkal
adalah respons segera terhadap kehilangan baru atau kehilangan yang mengancam.
Respon
fisiologis dapat mencakup kelemahan muscular, tremor, menghela napas, ruam
kulit, atau dingin dan pucat, berkeringat banyak, anoreksia, dan
ketidaknyamanan.
Implikasi
Keperawatan: Dukung kebutuhan emosi tanpa memperkuat penyangkalan. Tawarkan
diri untuk tetap bersama klien, tanpa mendiskusikan alas an perilaku atau
kebutuhan untuk mengatasi, kecuali klien mengawalinya. Tawarkan klien perawatan
dasar seperti makanan, minuman, oksigensi, kenyamanan, dan keamanan.
· Fase Anger atau Marah
Individu
mengekspresikan marah dan di tunjukan kepada keluarga, staf perawta, dokter,
atau yang maha kuasa. Yang kedua dapa mengekspresikan marah yang di tunjukan
pada orang yang mati. Marah dapat mencetuskan rasa bersalah dan mengarah pada
ansietas dan menurunkan harga diri.
Implikasi
Keperawatan: Berikan pedoman antisipasi tentang perasaan dan intensitasnya yang
mereka alami sebagai bagian dari kedukaan. Fokuskan terutama poada
kemarahan,Jangan mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien. Penuhi
kebutuhan yang menyebabkan respons marah. Berikan dorongan kepada klien dan
keluarganya untuk mengekspresikan perasaan mereka.
· Fase Bergaining ( Tawar Menawar )
Individu
berkeinginan untuk melakukan apa saja untuk menghindari kehilangan atau
mengubah prognosis atau nasib.Individu membuat penawaran dengan yang maha
kuasa. Individu menerima bentuk terapi baru.
Implikasi
Keperawatan: Beriakan informasi yang di perlukan untuk membuat keputusan.
· Fase Depresi
Realitas
dan sifat katetapan dari kehilangan telah dikenali. Kebingungan, kurang
motivasi, tidak menunjukan minat, tidak membuat keputusan, dan menangis adalah
umum. Menarik diri dari hubungan dan aktivitas sering terjadi. Individu dapat
menjadi pendiam dan tidak komunikatif. Timbul perasaan kesepian, Mulai
mengenang tentang masa lalu dan benda yang hilang. Individu kehilangan minat
dalam pena,pilan. Individu melakukan bunuh diri,atau berperilaku tidak sehat
seperti penggunaan obat secar berlebihan.
Implikasi
Keperawatan: Berikan dukungan dan empati. Dukung menangis dengan memberikan
sentuhan yang mengomunikasikan kepedulian. Mendengarkan dengan penuh perhatian,
mengkaji resiko yang membahayakan diri dan rujuk ke tetangga professional
kesehatan mental jika di perluklan.
·
Fase
Akomodasi
Individu
menerima kehilangan dan kematian dan mulai merencanakan hal tersebut. Individu
dapat berbagi perasaan tentang kehilangan. Mengenang kejadian masa lalu,
Terjadi periode depresi, waktu yang baik untuk mulai membandingkan dengan waktu
buruk. Hidup mulai menjadi stabil.
Implikasi
Keperawatan: Berikan kesempatan untuk berbagi perasaan secara verbal, dalam
bentuk tulisan, bentuk seni, atau dengan rekaman. Biarkan dan dorong
pengungkapan sesering yang klien ingin lakukan, tunjukan penerimaan kelabilan
perasaan klien, bantu dalam mendiskusikan rencana masa mendatang.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada
atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
2.6 DUKA CITA
Pengertian Duka
Cita.
Duka cita adalah proses mengalami reaksi
psikologis, social, dan fisik terhadap kehilangan yang di persepsikan ( Rando,
1991 ). Respon ini termasuk keputusasaan, kesepian, ketidak berdayaan,
kesedihan, rasa bersalah, dan marah.
Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Berkabung
adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk
melewati duka cita. Proses duka cita dan berkabung bersifat mendalam, internal,
menyedihkan, dan berkepanjangan.
Duka cita mencakup pikiran,
perasaan, dan perilaku. Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang
lebih efektif dengan menintegrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup
klien.Pencapaian ini membutuhkan waktu dan upaya. Istilah “ Upaya melewati duka
cita” berasal dari seorang psikiater Erich Lindemann ( 1965 ) yang
menggambarkan tugas dan proses yang harus di selesaikan dengan berhasil agar
duka cita terselesaikan. Orang yang mengalami duka cita mencoba berbagai
strategi untuk menghadapinya. Worden ( 1982 ) menggaris bawahi 4 tugas dukacita
yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper ( 1987 )
merancang tugas dalam akronim “ TEAR” :
1. T – Untuk menerima realitas dari
kehilangan
2. E – Mengalami kepedihan akibat
kehilangan
3. A – Menyesuaikan lingkungan yang
tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang.
4. R – Memberdayakan kembali energy
emosional ke dalam hubungan yang baru.
Tugas
ini tidak terjadi dalam urutan yang khusus. pada kenyataannya, orang yang
berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan, atau hanya
satu atau dua yang menjadi prioritas.
2.7 Respon Dukacita Khusus
ada dua respon dukacita
khusus,yaitu:
a.
Dukacita
adaptif
Dukacita
adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan
pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespon terhadap kesadaran
tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang
berkaitan dengan masa lalu, saat ini dan masa mendatang. Duka cita yang adaptif
terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang
terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien merasa
sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merspon informasi
kehilangan dimasa mendatang yang berkaitan dengan penyakit. Dalam situasi
seperti ini, duka cita adaptif dapat mendalam lama dan dapat terbuka. Duka cita
adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas harapan impian, dan harapan
terhadap masa mendatang.
b. Dukacita Terselubung
Dukacita
terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak atau tidak
dapat dikenali, rasa berkabung yang luas,
atau didukung secara social. Dukacita mungkin terselubung dalam situasi
dimana hubungan anatara yang berduka dan meninggalkan tidak di dasarkan pada
ikatan keluarga yang dikenal. Dukacita ini mencakup teman, pemberi perawatan,
dan rekan kerja atau hubungan non tradisional, seperti hubungan diluar
perkawinan. Keunikan dari dukacita terselubung menimbulkan situasi dimana
perawat sering menjadi pengganti social dan kekeluargaan bagi klien.
2.8 Konsep Dan Teori Berduka
Dukacita
adalah respon normal terhadap setiap kehilangan. Perilaku
dan perasaan yang berkaitan dengan proses berduka terjadi pada individu
yang menderita kehilangan seperti perubahan fisik atau kematian teman dekat.
Proses ini juga terjadi ketika individu menghadapi kematian mereka sendiri.
Tidak terdapat cara yang tepat untuk berduka. Konsep dan
teori berduka hanya cara yang dapat di
gunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan
merencanakan intervensi untuk membantu mereka memahami duka cita dan
meghadapinya.
Perbandinga tiga teori proses berduka:
ENGEL ( 1964 )
|
KUBLER-ROSS ( 1969 )
|
RANDO ( 1991 )
|
Syok dan tidak percaya
|
Menyangkal, marah, tawar menawar
|
Penghindaran
|
Mengembangkan kesadaran
|
Depresi
|
Konfrontasi
|
Mengenali dan restitusi
|
Penerimaan
|
Akomodasi
|
Penjelasan
teori:
1. Teori Engel
Pada
fase pertama individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk tidak bergerak, atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat mencakup
pingsan, berkeringat, mual, diare, frekuensi jantung cepat, gelisah, insomnia,
dan keletihan.
Fase
kedua adalah individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mengalami
keputusasaan. SEcara mendadak terjadi marah, rasa bersalah, frustasi, depresi,
dan kehampaan.
Dalam
fase ketiga, dikenali realitas kehilangan. Mrah dan depresi tidak lagi
dibutuhkan. Kehilangan telah jelas bagi individu yang mulai mengenali hidup.
2. Teori Kubler-Ross
Pada
tahap marah individu melawan kehilngan dan dapat bertindak pada seseorang dan
segala sesuatu dilingkungan sekitarnya. Dalam tahapan tawar menawar terdapat
penundaan realitas kehilangan. Klien seringkali mencari pendapat orang lain
selama tahapan ini. Klien yang di rawat di rumah sakit mungkin menunjukan model
perilaku karena percaya bahwa staf perawatan akan menemukan penyembuhan.
Tahap
depresi terjadi ketika kehilangan di sadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut timbul. Seseorang merasa terlalu sangat kesepian dan
menarik diri. Tahapan depresi memberi kesempatan untuk berupaya melewati
kehilangan dan mulai memecahkan masalah. Fase selanjutnya, di capi suatu
penerimaan. Reaksi fisiologis menurun, dan interaksi social berlanjut.
Kobler-Ross mendefinisikan penerimaan lebih
sebagai menghadapi situasi ketimbang menyerah untuk pasrah atau putus asa.
3. Teori Rando
Meskipun
proses berduka mempunyai perjalanan yang secara umum dapat di perkirakan dan
mempunyai gejala yang jelas, tidak ada dua orang individu yang berkembang
melalui proses tersebut dalam cara yang sama. Rando ( 1993 ) mendefinisikan
kembali respon berduka menjadi tiga ketegori: penghindaran, dimana terjadi
syok, menyangkal dan ketidak percayaan ; konfrontasi , dimana terjadi luapan
emosi yg sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka
dan akomodasi, ketika terdapat secara bertahap penurunan kedukaan akut dan m
ulai memasuki kembali secara emosional dan social dunia sehari- hari diman
aklien belajar untuk menjalani hidup dengan kehilangan mereka.
2.9 Diagnosa Keperawatan Dan
Dukacita
v Pengkajian
Pengkajian
tentang klien dan keluarganya dimulai dengan menggali makna kehilangan bagi
mereka. Perawat mewawancarai klien dan keluarganya, dengan menggunakan
komunikasi yang tulus dan terbuka ; dengan menekankan keterampilan mendengar;
dan mengamati respon dan perilaku.
Perawat
mengkaji bagaimana klien bereaksi dan bukan bagaimana seharusnya bereaksi.
Urutan perilaku atau fase duka cita dapat terjadi secara berurutan, mungkin
juga tidak urut, atau bahkan terjadi berulang. bnayak fariabel mempengaruhi
duka cita.
Beberapa
factor mempengaruhi cara setiap individu merespon kehilangan. Karakteristik
personal termasuk usia, jenis kelamin, status ksosial ekonomi dan pendidikan
mempengaruhi respon terhadap kehilangan. Sifat hubungan dengan objek yang
hilang, karakteristik kehilangan, keyakinan cultural dan spiritual, system
pendukung, dan potensi pencapaian tujuan mempengaruhi respon terhadap
kehilangan.
v Diagnosa Keperawatan
Mengidentifikasi
batasan karakteristik yang menbentuk dasar untuk diagnose akurat juga
mengembangkan intervensi dalam rencana perawatan. Respon berduka yang memburuk
dan memanjang harus di identifikasi. Perawat mungkin juga mendiagnosa masalah
kesehatan yg umum untuk klien berduka ( misal gangguan pola tidur ).
v Perencanaan
Ketika
merawat klien menjelang ajal, tanggung jawab perawat termasuk mempertimbangkan
kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis dan social yang unik. Perawat harus
lebih toleran dan rela untuk meluangkan waktu lebih banyak bersama klien
menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk
mempertahankan kualitas hidup mereka.
v Implementasi
Sensitivitas
terhadap klien adalah yang paling penting agar perawat dapat berfungsi secara
efektif. Perawat juga harus sensitive terhadap budaya, etnisitas, gaya hidup
atau kelas social klien dan keluarganya. Mereka harus sensitive terhadap
keterbatasan dan sifat peran mereka sendiri. Mereka harus mengintervensi secara
sensitive dan mahir ketika di perlukan. JIka klien ingin menghindari perasaan
emosional yang dapat di ekspresikan ketika seseorang membentuk ikatan denga
klien yang sedang melawan hidup dan mati, maka perawat harus juga sensitive
terhadap kebutuhan mereka sendiri.
Merawat
klien menjelang ajal dan keluarganya:
-
Peningkatkan
kenyamanan
-
Pemeliharaan kemandirian
-
Pencegahan
kesepian dan isolasi
-
Peningkatan
ketenangan spiritual
-
Dukungan
untuk keluarga yang berduka.
v Evaluasi
Meskipun
penyelesaian proses dukacita membutuhkan waktu beberapa bulan atau tahun,
sebagian besar klien berada di bawah perawatan perawat hanya dalam waktu
singkat. Perawat mungkin menjadi frustasi ketika klien atau keluarganya mulai
mengekspresikan dukacita, klien meninggalkan institusi perawatan kesehatan atau
meninggal.
Perawatan
klien menjelang ajal mengharuskan perawat mengevaluasi tingkat kenyamanan klien
dengan penyakit dan kwalitas hidupnya. Keberhasilan evaluasi tergantung
sebagian pada ikatan yang terbentuk denganklien kecuali klien mempercayai
perawat, pengekspresian dari perasaan dan kekuatiran yang sebenarnya tidak
mungkin terjadi. Tingkat kenyamanan klien di evaluasi dengan dasar hasil
seperti penurunan nyeri, control gejala, pemeliharaan fungsi system tubuh,
penyelesaian tugas yang belum terselesaikan dan ketenangan emosional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar